Selasa, 25 September 2012

Makalah Perspektif Guru Terhadap Murid


MAKALAH
PERSPEKTIF GURU TERHADAP MURID

 









DISUSUN
 O
L
E
H

NAMA                     : SAMSUL ARIFIN
NIM                          : 1121100303
JUR/PRO               : TARBIYAH/PAI
KELAS                    : G     



SEKOLAH   TINGGI   AGAMA ISLAM (STAIN) PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2012-2013
KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur mari kita haturkan ke hadirat Allah Tuhan alam semesta yang memberi kesempatan kita untuk hidup di buana fana ini. Berkat limpahan rahmat dan ni’mat kami bisa menyusun sebuah makalah yang berjudul “Perspektif Guru terhadap Murid” dengan niatan agar semua kupasan ini bisa bermanfaat bagi pribadi terlebih bagi pembaca yang budiman.
            Shalawat beriringan salam mudah-mudahan terlimpahkan kepada Nabi akhir zaman, Nabi terbaik yaitu baginda Muhammad SAW. Yang telah menuntun kita dari jalan biadab menuju jalan beradab, dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah dan dari alam kemunafikan menuju alam keindahan dan tentunya dengan adanya islam, iman dan ihsan yang dapat kita rasakan hingga hari ini.
            Makalah ini sengaja disusun karena akhir-akhir ini para guru telah menyepelehkan dan memandang sebelah mata kemampuan seorang murid yang kemampuannya di bawah standar. Semua masalah ini insyallah akan dijawab dengan hadirnya makalah ini dengan niatan tiada lagi guru yang menganak emaskan murid yang pintar dan mentelantarkan murid yang bodoh. Dan kita sadari bahwa mereka memiliki hak untuk sukses.
            Demikianlah kata pengantar yang dapat kami susun. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita, amin ya robbal alamin. Namun susunan ini jauhlah kiranya dari target kesempurnaan, maka dari itu sejuta kritik dan saran pembaca sangatlah berarti demi kesempurnaan susunan ini.




Penyusun

Samsul Arifin


PERSPEKTIF GURU TERHADAP MURID
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Dewasa ini perspektif guru berada pada dua jalur yang berbeda
1.      Perspektif Positif
2.      Perspektif Negatif
            Perspektif positif akan menghasilkan hasil yang positif juga, tentunya harus didasari dengan usaha yang jitu dan kuat, mereka memiliki sistem dan paradigma dalam proses belajar mengajar dan meningkatkan kreatifitas murid. Guru yang memiliki perspektif positif adalah guru yang diharapkan bangsa dan tanah air. Dimana pada saat itu guru telah merancang masa depan murid agar dia menjadi seorang yang sukses di masa depan dengan etika, ilmu dan skill.
            Perspektif negatif akan membangun bibit-bibit negatif. Telah banyak guru telah berjalan pada perspektif negatif. Hal ini terbukti saat murid melakukan kesalahan yang wajar dia lakukan pada usia mudanya, namun perspektif guru telah menyalahi hal tersebut dengan ditanggapi sebelah mata. Walaupun kita sadari bahwa memang murid telah siap dididik dan dibimbing, namun pandangan guru telah terjerumus dalam liang kenegatifan. Akhirnya skill murid tidak bisa dia temukan.








B. Permasalahan
Menghadapi perspektif yang terjadi pada guru dan lingkungan belajar murid baik pada tingkat lokal/nasional ataupun pada tingkat dasar, menengah dan atas, beberapa permasalahan yang muncul berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas murid di sekolah antara lain adalah:
  1. Bagaimana cara guru menyikapi murid?
  2. bagaimana seharusnya wawasan guru tentang hakikat belajar-mengajar yang relevan dengan perubahan ini?
  3. Bagaimana guru harus memperlakukan murid di kelas?
  4. Bagaimana guru mendudukan diri dengan peran baru yang memberi peluang semua siswa untuk melakukan ‘proses belajar’?
  5. Bagaimana guru menempatkan murid dalam perspektif pribadi?


B.  Tujuan
1.      Membangkitkan perspektif positif guru terhadap murid
2.      Menghilangkan perspektif negatif guru terhadap murid
3.      Menjalin hubungan batin antara guru dan murid









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perspektif
            Kata perspektif berasal dari bahasa italia “Prospettiva” yang berarti “Gambar Pandangan”. Di indonesia kata perspektif sudah banyak digunakan oleh orang-orang khususnya para pelajar. Tentunya setiap guru memiliki cara pandang berbeda terhadap muridnya. Ada murid yang diberi nilai plus di matanya dan ada pula yang diberi nilai minus. Itu semua tergantung cara pandang guru terhadap muridnya.
            Di dalam kelas tentunya ada murid yang pintar dan ada pula yang bodoh. Seorang guru kadang lebih menganak emaskan anak yang pintar dengan cara memberinya pujian  dan kerap memberikan singgungan pahit serta hinaan terhadap murid yang bodoh. Padahal mereka memiliki keinginan yang sama yaitu menuju gerbang kesuksesan dalam belajarnya. Seorang guru harus memiliki keyakinan tinggi demi anak didiknya dan siap berjuang sekuat tenaga agar mereka bisa melihat indahnya dunia ilmu.
            Seorang guru harus memiliki kejelasan yang tampak, yang bisa dilihat oleh muridnya. Sehingga mereka bisa yakin bahwa seorang guru adalah pahlawan dalam hidupnya. Pandangan positif inilah yang menjadi pemicu besar dalam pencapaian tujuan seorang murid dalam didikan guru. Jika pandangan positif ini tampak oleh murid, mereka akan percaya bahwa guru itu benar-benar berjuang untuk mengantarkan mereka pada gerbang kesuksesan.

B.     Peran Guru sebagai Pendidik
Seorang guru sebagai pendidik adalah seorang yang telah berjasa besar bagi masyarakat dan bangsa. Tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat, maju atau mundurnya tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan negara sebagian besar bergantung pada pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru-guru terhadap muridnya. Makin tinggi pendidikan guru, makin baik pula mutu pendidikan dan pengajaran yang diterima murid, dan makin tinggi pula derajat masyarakat. Oleh sebab itu guru harus berkeyakinan bahwa ia dapat menjalankan tugas itu dan berusaha menjalankan tugas kewajiban sebaiknya sehingga dengan demikian masyarakat menginsafi sungguh-sungguh betapa berat dan mulianya pekerjaan guru.
Pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat dan negara maupun ditinjau dari sudut keagamaan. Tugas seorang guru tidak hanya mendidik. Maka, untuk melaksanakan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat, yang ada dalam undang-undang No. 12 Tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Berijazah,
b.      Sehat jasmani dan rohani,
c.       Takwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik,
d.      Bertanggungjawab,
e.       Berjiwa nasional.
Disamping syarat-syarat tersebut, tentunya masih ada syarat-syarat lain yang harus dimiliki guru jika kita menghendaki agar tugas atau pekerjaan guru mendatangkan hasil yang lebih baik. Salah satu syarat diatas adalah guru harus berkelakuan baik, maka didalamnya terkandung segala sikap, watak dan sifat-sifat yang baik. Beberapa sikap dan sifat yang sangat penting bagi guru adalah sebagai berikut:
1.      Adil
Seorang guru harus adil dalam memperlakukan anak-anak didik harus dengan cara yang sama, misalnya dalam hal memberi nilai dan menghukum anak.

2.      Percaya dan suka terhadap murid-muridnya
Seorang guru harus percaya terhadap anak didiknya. Ini berarti bahwa guru harus mengakui bahwa murid-murid adalah makhluk yang mempunyai kemauan, mempunyai kata hati sebagai daya jiwa untuk menyesali perbuatannya yang buruk dan menimbulkan kemauan untuk mencegah hal yang buruk.

3.      Sabar dan rela berkorban
Kesabaran merupakan syarat yang sangat diperlukan apalagi pekerjaan guru sebagai pendidik. Sifat sabar perlu dimiliki guru baik dalam melakukan tugas mendidik maupun dalam menanti jerih payahnya.

4.      Memiliki Perbawa (gezag) terhadap anak-anak
Gezag adalah kewibawaan. Tanpa adanya gezag pada pendidik tidak mungkin pendidikan itu masuk ke dalam sanubari anak-anak. Tanpa kewibawaan, murid-murid hanya akan menuruti kehendak dan perintah gurunya karena takut atau paksaan; jadi bukan karena keinsyafan atau karena kesadaran dalam dirinya.

5.      Penggembira
Seorang guru hendaklah memiliki sifat tertawa dan suka memberi kesempatan tertawa bagi murid-muridnya. Sifat ini banyak gunanya bagi seorang guru, antara lain akan tetap memikat perhatian anak-anak pada waktu mengajar, anak-anak tidak lekas bosan atau lelah. Sifat humor yang pada tempatnya merupakan pertolongan untuk memberi gambaran yang betul dari beberapa pelajaran. Yang penting lagi adalah humor dapat mendekatkan guru dengan muridnya, seolah-olah tidak ada perbedaan umur, kekuasaan dan perseorangan. Dilihat dari sudut psikologi, setiap orang atau manusia mempunyai 2 naluri (insting) :
(1) naluri untuk berkelompok
(2) naluri suka bermain-main bersama.
Kedua naluri itu dapat kita gunakan secara bijaksana dalam tiap-tiap mata pelajaran, hasilnya akan baik dan berlipat ganda.



6.      Bersikap baik terhadap guru-guru lain
Suasana baik diantara guru-guru nyata dari pergaulan ramah-tamah mereka di dalam dan di luar sekolah, mereka saling menolong dan kunjung mengunjungi dalam keadaan suka dan duka. Mereka merupakan keluarga besar, keluarga sekolah. Terhadap anak-anak, guru harus menjaga nama baik dan kehormatan teman sejawatnya. Bertindaklah bijaksana jika ada anak-anak atau kelas yang mengajukan kekurangan atau keburukan seorang guru kepada guru lain.

7.      Bersikap baik terhadap masyarakat
Tugas dan kewajiban guru tidak hanya terbatas pada sekolah saja tetapi juga dalam masyarakat. Sekolah hendaknya menjadi cermin bagi masyarakat sekitarnya, dirasai oleh masyarakat bahwa sekolah itu adalah kepunyaannya dan memenuhi kebutuhan mereka. Sekolah akan asing bagi rakyat jika guru-gurunya memencilkan diri seperti siput dalam rumahnya, tidak suka bergaul atau mengunjungi orang tua murid-murid, memasuki perkumpulan-perkumpulan atau turut membantu kegiatan masyarakat yang penting dalam lingkungannya.

8.      Benar-benar menguasai mata pelajarannya
Guru harus selalu menambah pengetahuannya. Mengajar tidak dapat dipisahkan dari belajar. Guru yang pekerjaannya memberi pengetahuan-pengetahuan dan kecakapan-kecakapan kepada muridnya tidak mungkin akan berhasil baik jika guru itu sendiri tidak selalu berusaha menambah pengetahuannya. Jadi sambil mengajar sebenarnya guru itu belajar.

9.      Suka pada mata pelajaran yang diberikannya
Mengajarkan mata pelajaran yang disukainya hasilnya akan lebih baik dan mendatangkan kegembiraan baginya daripada sebaliknya. Di sekolah menengah hal ini penting bagi guru untuk memilih mata pelajaran apa yang disukainya yang akan diajarkannya.


10.  Berpengetahuan luas
Selain mempunyai pengetahuan yang dalam tentang mata pelajaran yang sudah menjadi tugasnya akan lebih baik lagi jika guru itu mengetahui pula tentang segala tugas yang penting-penting, yang ada hubungannya dengan tugasnya di dalam masyarakat. Guru merupakan tempat bertanya tentang segala sesuatu bagi masyarakat. Guru itu mempunyai dua fungsi isitimewa yang membedakannya dari pegawai-pegawai dan pekerja-pekerja lainnya di dalam masyarakat. Fungsi yang pertama adalah mengadakan jembatan antara sekolah dan dunia ini. Fungsi yang kedua yaitu mengadakan hubungan antara masa muda dan masa dewasa.
            Menurut pandangan constructivism, otak anak (murid) pada dasarnya tidak seperti gelas kosong yang siap diisi dengan air informasi yang berasal dari pikiran guru. Otak anak tidak kosong. Otak anak berisi pengetahuan-pengetahuan yang dikonstruksi anak sendiri sewaktu anak berinteraksi dengan lingkungan/peristiwa yang dialaminya. Meskipun beberapa pengetahuan yang dikonstruksi anak ini cenderung miskonsepsi, menurut anak pengetahuan-pengetahuan ini cukup masuk akal (make sense). Pengetahuan-pengetahuan ini terikat dalam satu jaringan dan struktur kognitif anak. Driver, S ( 1986) menyebutkan struktur kognitif ini dengan schemata.
            Tapi sayang sekali, masih ada guru yang memandang anak tidak memiliki pengetahuan/gagasan tentang materi yang diajarkan. Guru sering menampilkan diri sebagai sosok maha tahu yang tidak mungkin salah, sedangkan anak secara tidak sengaja diperlakukan sebagai sosok maha tidak tahu yang tidak boleh salah. Lalu, kegiatan mengajar dimaknai sebagai kegiatan mengalirkan informasi dari kepala guru ke gelas kepala anak yang dianggap kosong.
            Hasil survei the British Council (Sukandi, U. Karhami SKA, Maskur, 2000) terhadap 192 guru SD diketahui bahwa 63,5 % masih menganggap mengajar sebagai kegiatan mentransfer informasi dan hanya 5,2 % yang menganggap mengajar sebagai menciptakan kondisi sehingga peristiwa siswa belajar dapat berlangsung. Barangkali karena pandangan ini, kegiatan mengajar lebih sering tampak sebagai kegiatan menceramahi melalui tirani indoktrinasi. Padahal, dengan cara ini guru sudah memerankan diri sebagai destroyer siswa akibat kegiatan belajar bermakna tidak terwujud.
            Dalam zaman yang serba berubah dewasa ini, guru perlu merubah peran dirinya dari peran destroyer menjadi peran facilitator murid belajar. Peran facilitator ini dicirikan dengan disediakannya peluang seluas-luasnya bagi tiap anak (ingat semua anak bukan hanya anak pandai saja) untuk mengembangkan gagasannya secara kreatif supaya anak selalu aktif menyempurnakan gagasan miskonsepsi sambil membangun pengetahuan yang lebih ilmiah. Bersamaan dengan ini, guru senantiasa melatih anak untuk memiliki keterampilan dan sikap tertentu agar dirinya mampu dan mau belajar sepanjang hayat. Kalau ini berhasil, lulusan sekolah akan selalu belajar dan menjadikan lingkungannya sebagai sekolah alam tempat dirinya belajar sepanjang hayat.

C.     Peran Murid ( Produsen atau Konsumen)?
Salah satu praktek kependidikan di sekolah yang perlu dibenahi adalah kebiasaan anak dengan ‘budaya konsumtif’. Ini perlu dialihkan pada kebiasaan dengan ’budaya produktif’. Budaya konsumtif antara lain meliputi, kebiasaan siswa menerima informasi secara pasif: mencatat - mendengar - meniru sedangkan budaya produktif adalah kebiasaan siswa untuk menghasilkan karya/gagasan: menulis gagasan - merancang/ membuat model - meneliti - memecahkan masalah - menemukan rumus/gagasan baru. Guru perlu menciptakan lingkungan belajar dengan budaya produktif kalau ingin meraih lulusan menjadi SDM yang profesional, produktif, dan efisien.
Meskipun belum ada data akurat, disinyalir sejumlah lulusan sekolah kurang produktif. Mereka kurang mahir menulis gagasannya, kurang berani mengungkapkan gagasan, kurang terampil memecahkan masalah, kurang terampil merencanakan penelitian, kurang berani mengambil keputusan dengan mempertimbangkan risiko, kurang mahir berpikir alternatif untuk menemukan solusi masalah yang beragam, cenderung cepat putus asa jika menemui masalah yang sulit dipecahkan. Biasanya, suatu masalah baru dapat diselesaikannya jika dilengkapi dengan resep dan rumus yang operasional. Mengapa ini terjadi? Apakah anak kita tidak potensial untuk produktif atau apakah peluang untuk menjadi produktif belum tersedia secara optimal?
            Bagaimanapun juga, kebiasaan produktif merupakan sikap bawaan anak sejak kecil sebab setiap anak kecil memiliki dua sikap dasar: sikap ingin tahu dan sikap imajinatif. Kalau kedua sikap ini dikembangkan dengan serius anak akan terlatih menjadi produktif. Sikap pertama lazim teramati pada prilaku anak sehari-hari seperti bertanya tentang apa dan mengapa, mengamati benda dan bagian benda yang kecil-kecil, mencoba-coba mainan baru. Sikap ini mendorong anak untuk mengeksplorasi dan berinteraksi dengan alam sekitar - yang kemudian berlanjut pada pembangunan pengetahuan , meskipun dalam wujud ‘gagasan naif’. Sedangkan, sikap imajinatif sering muncul sewaktu anak bermain-main. Anak sering membuat aneka ragam model bangunan pasir sewaktu bermain di pantai, sering melukis macam-macam gambar sesuai seleranya, sering berandai-andai dirinya menjadi makhluk selain manusia. Dengan demikian, ketika bersekolah, sebenarnya anak sudah memiliki kedua sikap ini, suatu modal dasar untuk melatih anak menjadi produktif.
            Supaya peran siswa sebagai produsen seimbang dengan peran konsumen, guru perlu melakukan pengajaran edukatif (educative teaching) dengan menempatkan diri dalam peran sebagai fasilitator. Para ahli membedakan pengajaran edukatif dengan pengajaran (teaching) yang berkonotasi pelatihan (training), pengkondisian (conditioning), dan indoktrinasi (indoctrination’). Pengajaran edukatif adalah pengajaran yang melibatkan dan menghargai pemikiran/tindakan siswa untuk menilai sesuatu yang akan dipelajari. Karena itu, penanaman keyakinan terhadap sesuatu konsep/prinsip tidak cukup hanya menyediakan bukti-bukti tetapi juga perlu mendorong siswa untuk mencari/menyediakan bukti sendiri dan menilai bukti yang disajikan sebelum suatu konsep/prinsip dapat diterima dan dipahaminya.
Sementara itu, pengajaran dalam bentuk training/ drill lebih mengacu pada upaya peningkatan ketrampilan tentang tehnik dan cara (know how) dari pada pemahaman tentang hakekat apa dan mengapa (know what and why) suatu konsep. Lalu, pengajaran dalam bentuk conditioning adalah bentuk kegiatan yang menyediakan stimulus (S) supaya bentuk prilaku respon ( R) yang dinginkan dapat ditunjukkan oleh siswa. Pemberian penghargaan (reward) kalau siswa berbuat baik merupakan bentuk conditioning. Bentuk lain pengajaran adalah indoctrination. Jenis pengajaran ini yang beberapa ahli pendidikan mengelompokkannya dalam kategori cara mengajar yang tidak edukatif mengacu pada pemaksaan keyakinan/ kepercayaan terhadap konsep tertentu. Dengan demikian, bentuk indoktrinasi ini bertentangan dengan baik metoda ilmiah maupun sikap ilmiah. Di sekolah, diduga guru yang mengajar dengan cara indoctrination dan training/drill untuk mata pelajaran dengan sasaran kognitif seperti kelompok mata pelajaran IPA dan IPS ini masih ada (dan bahkan mungkin masih banyak). Di antara ketiga jenis pengajaran ini mungkin bentuk conditioning agak lebih baik meski perlu ditingkatkan kearah bentuk educative teaching.
            Dengan demikian, pada masa mendatang dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan, guru perlu melakukan perubahan wawasan yang selanjutnya berimplikasi pada perubahan perlakukan guru ke murid, dari peran siswa sebagai konsumen ke peran murid sebagai produsen. Berikut ciri-ciri murid berprofesi sebagai konsumen dan produsen :

Ciri-ciri murid konsumen
1.      Mendengarkan penjelasan guru sepanjang hari tanpa memberikan respon dan penilaian terhadap materi yang disajikan
2.      Mencatat semua informasi yang dituliskan guru di papan tulis dan didiktekan guru secara lisan tanpa sedikitpun memberikan pandangan dan catatan menurut pikirannya
3.      Memberikan jawaban dengan mengulangi kata-kata yang pernah disampaikan guru atau mengulangi informasi yang tertuang dalam buku teks.
4.      Mengulangi kata-kata guru secara koor sewaktu guru memberikan jawaban sepotong-potong dan potongan jawaban yang lain dijawab bersama-sama seperti ‘Mahluk hidup selalu berna ………’ , kata guru dan anak meneruskan dengan ‘faaaas’
5.      Menghasilkan karya dan solusi permasalahan setelah disajikan ‘resep’ rinci dari guru.
6.      Membuat laporan dengan bahasa dan pedoman baku dari guru. Kadangkala jenis laporan seperti ini cukup hanya melengkapi satu atau dua kata pada ruang kosong yang disediakan.
7.      Ketika seorang siswa SD bertanya, ‘Pak, apakah ada kehidupan di planet Mars?’ Guru langsung mengatakan, ‘Kamu tahu kan bahwa di planet Mars itu tidak ada udara maka disana tidak mungkin ada kehidupan, ya…kan’. Jawaban guru disertai wajah sinis yang terkesan menganggap pertanyaan siswa itu sebagai pertanyaan konyol

Ciri-ciri murid Produsen
1.      Mengajukan pertanyaan, berkomentar terhadap suatu pendapat, menjawab pertanyaan secara kreatif
2.      Membuat karangan kreatif berdasarkan pengalaman dan imajinasinya. Kadangkala dalam karangan itu disertai gambar untuk memperjelas bahasa tulis.
3.      Memberikan jawaban sendiri secara kritis dengan alasan melalui hasil penelaran logis
4.      Mengomentari jawaban guru sambil mengungkapkan alasan tanda kesetujuannya atau ketidaksetujuaan
5.      Menghasilkan karya dalam bentuk model, tulisan, produk teknologi sederhana
6.      Membuat laporan dengan bahasa dan pola sendiri. Laporannya penuh imaginasi dan uraian yang disajikan sangat lengkap dan rinci
7.      Ketika seorang siswa SD bertanya, ‘Pak, apakah ada kehidupan di planet Mars?’ Guru langsung mengajukan pertanyaan juga, ‘Menurutmu bagaimana, ada atau tidak ada kehidupan? ‘Kalau ada, apakah mahluk hidup di sana seperti mahluk hidup di bumi?’ ‘Kalau tidak ada, apakah tidak mungkin planet itu dijadikan objek pariwisata pada masa mendatang oleh umat di bumi?’
KESIMPULAN

            Seorang guru pasti memiliki dua perspektif yaitu negatif dan positif. Maka guru harus lebih menonjolkan pespektif positif karena pada dasarnya seorang murid akan minder dan putus asa jika gurunya berperspektif negatif padanya. Akibatnya perkembangan murid tersebut terhambat. Lain halnya dengan murid yang dipandang dengan positif, tentu dia semakin semangat untuk berfikir luas, belajar dan berkreasi.
            Semua murid pasti ingin sukses dalam proses belajarnya. Begitupun guru, juga ingin anak-anak didiknya sukses. Tapi kadang mereka salah dalam perspektif hingga mereka tidak sadar akan hal itu, terhanyut dalam aliran yang salah hingga bermuara pada keputusasaan murid.


















DAFTAR PUSTAKA
    -Brownhill, R.  and  Smart, P. (1989). Political Education. London: Routledge
   Driver, R. Guesne, E., Tiberghien, A. (1985), Children’s Ideas and The Learning of Science dalam: Children’s Ideas in Science (Ed: Driver, R dkk), Milton Keynes: Open University Press
   -H Udin Saefudin Saud, M.Ed., Ph.D dan Drs. Ayi Suherman.M.Pd. (2006), Inovasi Pendidikan (Inovasi Kurikulum Berbasis  Masyarakat), Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
  -Makalah pada Konfrensi Internasional Bersama Kedua UPI – UPSI. (8 – 9 Agustus 2006).  Aan Komariah, Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi Sebagai Jaminan Mutu Guru Profesional. Bandung.
  -Mulyasa, E. Dr. M. Pd. (2005), Implementasi Kurikulum 2004 : Panduan Pembelajaran     KBK, Remaja Rosdakarya. Bandung
   -R. Ibrahim dan  Nana Syaodih S, (2003), Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta. Jakarta
   -Raka Joni, T. (1992), Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru, Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas
   -Robertson, E (1992), Teaching and Related Activities, dalam The International Encyclopedia of Teaching and Teacher Education (Ed: Dunkin, M.J.), Oxford: Pergamon Press
   -S. Nasution, 1986, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Bandung: PT Jemmas.
   -Smith, B. O. (1987), Teaching: Definitions of Teaching, dalam The International Encyclopedia of Teaching and Teacher Education (Ed: Dunkin, M.J.), Oxford: Pergamon Press
   -Sanjaya Wina., Dr. M.Pd (2006), Strategi Pembelajaran / Bab 1 Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenada Media. Jakarta
   -Sardiman A.M. (2006), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada. Jakarta
   -Sukandi, U. Karim, SKA, Maskur (2000), Pelatihan Belajar Aktif, Jakarta: The British Council
   -Sumantri Mulyana Dr. (1998), Kurikulum dan Pengajaran, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
   -Umar, J., et al. (2000). Penilaian dan Pengujian untuk Guru SLTP. Jakarta: Depdiknas
_____________________,  1989. Strategi Kegiatan Belajar Mengajar dalam Pendidikan Non Formal. Bandung : Theme  IKIP.
Basic Standar Competency for Science Teacher Educator”. www.aets.unr.edu/AETS/Standars.html 
http://www.suaramerdeka.com/harian/0204/01/kha1.htm